Selasa, 22 April 2008

SKIZOFRENIA


Skizofrenia? Apa sih yang dimaksud dengan skizofrenia? Mungkin sebagian orang masih awam dengan kata ini. Tapi mungkin bagi keluarga yang salah satu anggota keluarganya didiagnosa penyakit ini pasti sering mendengar.

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).

Dari beberapa penelitian ditemukan adanya berbagai faktor yang menyebabkan seseorang itu menderita skizofrenia. Menurut sebuah buku sumber keperawatan jiwa dari Iyus Yosep (2007), bahwa yang menyebabkan penyakit skizofrenia itu antara lain: factor genetika, virus, auto antibody, dan keadaan malnutrisi. Penelitian menyebutkan bahwa meski ada gen yang abnormal namun penyakit ini tidak akan muncul jika tidak disertai oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas atau yang disebut dengan epigenetik. Menurutnya juga penyakit ini akan lebih beresiko besar, jika seseorang yang mempunyai factor epigenetik kemudian mengalami stressor psikososial.

Menurut penelitian dari sumber J.C. Coleman (1970), orang yang dapat mengalami penyakit skizofrenia adalah yang memiliki hubungan kembar dari satu telur (monozigot) 86,2% menderita skizofrenia, sedangkan kembar dari dua telur (heterozigot) 14,5%, saudara kandung 14,2%, saudara tiri 7,1% dan masyarakat umum 0,85%


Faktor predisposisi dari skizofrenia, pertama adalah faktor somatik atau organobiologis. Yang termasuk diantaranya adalah Neroanatomi, Nerofisiologi, nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan organic, factor pre dan perinatal. Faktor yang kedua adalah psikoedukatif yaitu: interaksi ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensia, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat, kehilangan yang menyebabkan kecemasan atau depresi, konsep diri, keterampilan, bakat dan kreatifitas, pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaki terhadap bahaya, tingkat perkembangan emosi. Faktor ketiga sosiokultural meliputi kestabilan keluarga, pola asuh anak, tingkat ekonomi, perumahan: perumahan lawan pedesaan. (Yosep, 2007)

Sedangkan stressor pencetus pada skizofrenia dapat berupa faktor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologist maladaptif seperti gizi buruk,kurang tidur, irama sirkadian tidak seimbang, keletihan, infeksi, obat system saraf pusat, kurang olahraga, hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Faktor lingkungan juga dapat menjadi pencetus penyakit ini yaitu lingkungan yang penuh kritik, kesukaran interpersonal, gangguan hubungan interpersonal, isolasi social, tekanan pekerjaan, kemiskinan, dll. Faktor sikap dan perilaku dapat menjadi pemicu juga seperti konsep diri rendah, kurang rasa percaya diri, keterampilan social yang kurang, perilaku agresif, perilaku kekerasan, dll. (Stuart, 2006)

Skizofrenia ternyata ada beberapa jenis, yang pertama jenis skizofrenia paranoid, skizofrenia hebrefrenik, katatonik, skizofrenia yang tidak digolongkan (undiffentiated), depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, dan skizofrenia lainnya (Maslim, 1998 & Issacs, 2004).
Skizofrenia paranoid ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran. Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar, dan agresif. Perilaku kurang regresif, kerusakan social lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-jenis lain.

Skizofrenia hebefrenik ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara social yang ekstrim, mengabaikan hygiene dan penampilan diri. Awitan biasanya terjadi sebelum 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilakunya regresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas yang buruk.

Skizofrenia katatonik ciri-ciri utamanya adalah ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Stupor katatonik. Individu dapat menunjukan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal). Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan ekolalia dan ekopraksia.

Skizofrenia yang tidak digolongkan ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau. Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak terpenuhi.

Skizofrenia residu ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala-gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu. Dapat terjadi gejala-gejala negative, seperti isolasi social yang nyata, menarik diri dan gangguan fungsi peran.



Daftar pustaka:

Isaacs, Ann. 2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik ed.3. Jakarta EGC.

Maslim, Rusdi. 1998. Buku Saku Diagnosis Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Bandung: Development Aura Informatika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 5. Jakarta EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Rafika Aditama

Contoh perilaku skizofrenia dapat dilihat pada video di bawah ini. Gambar ini didapat dari suatu tempat di mana ditemukan orang dengan skizofrenia yang sudah lama menetap di tempat tersebut. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, maka video berikut dibuat terbalik:

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

Pengertian
Menurut petunjuk teknis standar asuhan keperawatan jiwa direktorat kesehatan jiwa (1994:117) gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel. Pola tingkah lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosialnya.

Rentang Respon Hubungan Sosial

Continuum of Social Responses



Adaptif Responses Maladaptive Responses




Solitude Loneliness Manipulation
Autonomy With drawal Impulsivity
Interdependence Dependence Narcissim

(Stuart dan Sundeen(1995:518))

Respon adaptif meliputi:
1. Solitude, ada kalanya setiap orang perlu kesunyian dala merenungi segala sesuatu yang telah dilakukannya selama ini, untuk mengetahui kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukannya sehingga ia pun akan berusaha untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam menghadapi kehidupan ini.
2. Autonomy, setiap orang berhak untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran perasaan yang ada dalam hatinya.
3. Mutuality, adanya kemampuan untuk saling bekerja sama saling memberi dan menerima, antara individu dengan individu lainnya.
4. Interdependence, adanya saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan.

Awal rentang respon malaadaptif:
1. Loneliness, suatu kepercayaan atas pengalaman menyakitkan yang disembunyikan, disamarkan, dipertahankan ataupun diekspresikan dengan cara lain, atau dapat juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu bila sendiri.
2. With drawal, suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Seseorang merasa bahwa ia telah dirampas hubungan intimnya dengan orang lain sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar pikiran, serta menumpahkan perasaannya maupun masalahnya.
3. Dependence, seseorang mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tidak percaya akan kemampuan yang ada pada dirinya membuatnya tidak mampu mencapai keinginannya secara sukses dan akhirnya ketergantungan kepada orang lain.

Respon maladaptive:
1. Manipulation, seseorang menggunakan orang lain sebagai alat dalam mencapai keinginannya.
2. Impulsivity, suatu sikap dari seseorang yang secara terus menerus mencari kesalahan orang lain.
3. Narcissim


Tanda dan Gejala
1. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
2. Ekspresi wajah kurang berseri.
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
4. Menurun atau tidak ada komunikasi secara verbal dan nonverbal.
5. Mengisolasi diri (diam ditempat tidur dalam waktu yang lama).
6. Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
7. Gangguan pola makan dan tidak ada nafsu makanan atau makan berlebihan.
8. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
9. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
10. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
11. Kurang energi.
12. Aktivitas menurun.
13. Tidur berlebihan.
14. Retensi urine dan feses.

Proses Terjadinya Gangguan
Dalam teori kepribadian (tahun 1991:hal 32) dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsure yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi: kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing-masing, ketiga sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan produk interaksi antara id, ego dan super ego.
Kepribadian terus menerus mengalami perkembangan mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Menurut Sigmund Freud, dalam perkembangan kepribadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu diantaranya adalah kegagalan dalam fase oral. Fase ini berlangsung mulai lahir, sampai tahun pertama. Pada waktu seseorang lahir, ia telah memiliki id. Id merupakan dunia batin yang berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar. Karena itu id bekerja sesuai dengan prinsip keterangan tanpa memedulikan kenyataan. Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki id. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya.
Dalam fase oral ini terbagi atas dua fase kenikmatan dan fase sadisme. Mula-mula seorang bayi hanya menerima apapun yang dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ia akan menghisapnya. Inilah yang dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang telah memberi makanan dan kasih saying. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit, mengunyah, dan akhirnya menelannya. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkan.
Pada usia 4-5 bulan dalam fase oral ini mulai akan terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk mejaga keseimbangan antara id dan super ego. Apabila ia lebih dominant dalam diri seseorang maka ia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga ia akan bersikap ingin menang sendiri. Sebaliknya apabila superego lebih dominant dalam dirinya maka ia akan bersikap kaku dan terpaku pada norma-norma yang ada di masyarakat, sehingga dengan tidak adanya keseimbangan antara id dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian harinya.
Rasa percaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi dengan lingkungan, ibu merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya maka ia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah rasa percaya terhadap orang lain. Dan apabila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus menerus dalam tempo yang lama maka bayi tadak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan perkembangan dengan baik sehingga akan terbentu rasa tidak percaya kepada dirinya maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda-beda pad tiap individu, ada yang sampai menetap, perilaku menarik diri merupaka proses terjadinya skizofrenia.
Pasien mula-mula rendah diri merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.

Dampaknya pada Kebutuhan Manusia
1. Kebutuhan fifiologis dan biologis
ü Nutrisi: menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
ü Istirahat dan tidur: melamun dan timbul kecemasan dan gelisah menyebabkan gangguan tidur
ü Eliminasi: kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan kontipasi
ü Aktivitas sehari-hari: keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
ü Seksual: sulit mengekpresikan keinginan membina hubungan lawan jenis
2. Kebutuhan rasa aman
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulkan adalah gangguan rasa aman.
3. Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.

4. Kebutuhan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi dan tidak berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien dengan gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.

Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data klien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status marital, no.medrec, tanggal masu rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, ruangan alamat klien. Data penanggung jawab meliputi nama, usia, agama, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
b. Faktor presipitasi
Meliputi stressor social budaya, hormonal, infeksi virus, interaksi dengan stressor lingkungan social, stressor psikologik.
c. Faktor predisposisi
Gangguan jiwa sebelumnya, sakit fisik, anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan, riwayat gangguan tumbuh kembang, gangguan komunikasi dalam keluarga
d. Pemeriksaan fisik
§ Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
§ Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
e. Status mental
§ Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien selama wawancara.
§ Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
§ Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
§ Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
§ Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
§ Psiko sosial spiritual
ü Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
ü Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
ü Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.

2. Analisa data
Meliputi kegiatan mengelompokan data, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan masalah klien atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.


3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap perawatan diri
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat
f. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
4. Perencanaan keperawatan
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
1) Tujuan jangka panjang
Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
2) Tujuan jangka pendek
ü Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
ü Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
ü Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
ü Klien mau berkenalan dengan perawat
ü Klien mau tersenyum dengan perawat
ü Klien mau menyapa dan disapa
ü Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social
ü Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok
4) Intervensi and rasional
ü Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
ü Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
ü Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.

b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
1) Tujuan jangka panjang
Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
2) Tujuan jangka pendek
ü Terbinanya hubungan saling percaya
ü Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif
ü Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
ü Klien mau mengenal perawat
ü Klien mau disapa dan menyapa
ü Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif
4) Intervensi and rasional
ü Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat: menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
ü Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif: pengetahuan klien akan meningkat.
ü Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
ü Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.

c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
1) Tujuan jangka panjang
Penyakit klien tidak kambuh lagi.
2) Tujuan jangka pendek
ü Terbinanya hubungan saling percaya.
ü Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
ü Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapetik bertambah.
3) Kriteria evaluasi
Dalam waktu satu minggu:
ü Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
ü Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
ü Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
ü Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
4) Intervensi dan rasional
ü Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga: agar terbina hubungan saling percaya.
ü Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh: dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
ü Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
1) Tujuan jangka panjang
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2) Tujuan jangka pendek
ü Terbinanya hubungan saling percaya.
ü Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
ü Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
ü Klien berminat untuk makan.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
ü Klien mau berkenalan
ü Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
ü Porsi makan yang disediakan habis.
ü Berat badan klien bertambah.
4) Intervensi and rasional
ü Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya: untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga klien mampu mengungkapkan perasaannya.
ü Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
ü Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien untuk makan.
ü Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien makan makanan tersebut.
ü Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.

e. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
1) Tujuan jangka panjang
Harga diri klien meningkat.
2) Tujuan jangka pendek
ü Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
ü Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
ü Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
ü Rasa percaya diri klien meningkat.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu
ü Klien mau mengenal perawat.
ü Klien mau disapa dan menyapa.
ü Klien mau bercerita pada perawat.
ü Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
4) Intervensi dan rasional
ü Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
ü Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
ü Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
ü Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

5. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menetapkan hubungan saling percaya.
b. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
c. Kenal dan dukung kelebihan pasien.
d. Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
e. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
g. Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
h. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.
i. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
j. Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
k. Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.
l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
m. Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.


6. Evaluasi
a. Evaluasi DP I
1) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.
2) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial..
b. Evaluasi DP 2
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
3) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi masalah.
c. Evaluasi DP 3
1) Penyakit klien tidak kambuh lagi.
2) Klien dan keluarganya dapat memahami cara-cara perawatan klien di rumah.
3) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.
d. Evaluasi DP 4
1) Klien dapat merawat dirinya secara kontinyu dan mandiri.
2) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
e. Evaluasi DP 5
1) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.
3) Berat badan meningkat.
f. Evaluasi DP 6
1) Harga diri klien meningkat
2) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

• Pengertian

Menurut petunjuk teknis standar asuhan keperawatan jiwa direktorat kesehatan jiwa (1994:117) gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel. Pola tingkah lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosialnya.

• Rentang Respon Hubungan Sosial

Continuum of Social Responses



Adaptif Responses Maladaptive Response

Solitude Loneliness Manipulation
Autonomy With drawal Impulsivity
Interdependence Dependence Narcissim


(Stuart dan Sundeen(1995:518))

Respon adaptif meliputi:

1. Solitude, ada kalanya setiap orang perlu kesunyian dala merenungi segala sesuatu yang telah dilakukannya selama ini, untuk mengetahui kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukannya sehingga ia pun akan berusaha untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam menghadapi kehidupan ini.
2. Autonomy, setiap orang berhak untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran perasaan yang ada dalam hatinya.
3. Mutuality, adanya kemampuan untuk saling bekerja sama saling memberi dan menerima, antara individu dengan individu lainnya.
4. Interdependence, adanya saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan.

Awal rentang respon malaadaptif:

1. Loneliness, suatu kepercayaan atas pengalaman menyakitkan yang disembunyikan, disamarkan, dipertahankan ataupun diekspresikan dengan cara lain, atau dapat juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu bila sendiri.
2. With drawal, suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Seseorang merasa bahwa ia telah dirampas hubungan intimnya dengan orang lain sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar pikiran, serta menumpahkan perasaannya maupun masalahnya.
3. Dependence, seseorang mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tidak percaya akan kemampuan yang ada pada dirinya membuatnya tidak mampu mencapai keinginannya secara sukses dan akhirnya ketergantungan kepada orang lain.

Respon maladaptive:

1. Manipulation, seseorang menggunakan orang lain sebagai alat dalam mencapai keinginannya.
2. Impulsivity, suatu sikap dari seseorang yang secara terus menerus mencari kesalahan orang lain.
3. Narcissim


• Tanda dan Gejala
1. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
2. Ekspresi wajah kurang berseri.
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
4. Menurun atau tidak ada komunikasi secara verbal dan nonverbal.
5. Mengisolasi diri (diam ditempat tidur dalam waktu yang lama).
6. Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
7. Gangguan pola makan dan tidak ada nafsu makanan atau makan berlebihan.
8. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
9. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
10. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
11. Kurang energi.
12. Aktivitas menurun.
13. Tidur berlebihan.
14. Retensi urine dan feses.

• Proses Terjadinya Gangguan

Dalam teori kepribadian (tahun 1991:hal 32) dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsure yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi: kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing-masing, ketiga sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan produk interaksi antara id, ego dan super ego.
Kepribadian terus menerus mengalami perkembangan mulai dari lahir hingga akhir hayatnya. Menurut Sigmund Freud, dalam perkembangan kepribadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu diantaranya adalah kegagalan dalam fase oral. Fase ini berlangsung mulai lahir, sampai tahun pertama. Pada waktu seseorang lahir, ia telah memiliki id. Id merupakan dunia batin yang berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar. Karena itu id bekerja sesuai dengan prinsip keterangan tanpa memedulikan kenyataan. Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki id. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya.
Dalam fase oral ini terbagi atas dua fase kenikmatan dan fase sadisme. Mula-mula seorang bayi hanya menerima apapun yang dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ia akan menghisapnya. Inilah yang dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang telah memberi makanan dan kasih saying. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit, mengunyah, dan akhirnya menelannya. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkan.
Pada usia 4-5 bulan dalam fase oral ini mulai akan terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk mejaga keseimbangan antara id dan super ego. Apabila ia lebih dominant dalam diri seseorang maka ia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga ia akan bersikap ingin menang sendiri. Sebaliknya apabila superego lebih dominant dalam dirinya maka ia akan bersikap kaku dan terpaku pada norma-norma yang ada di masyarakat, sehingga dengan tidak adanya keseimbangan antara id dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian harinya.
Rasa percaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi dengan lingkungan, ibu merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya maka ia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah rasa percaya terhadap orang lain. Dan apabila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus menerus dalam tempo yang lama maka bayi tadak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan perkembangan dengan baik sehingga akan terbentu rasa tidak percaya kepada dirinya maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda-beda pad tiap individu, ada yang sampai menetap, perilaku menarik diri merupaka proses terjadinya skizofrenia.
Pasien mula-mula rendah diri merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.

• Dampaknya pada Kebutuhan Manusia

1. Kebutuhan fifiologis dan biologis
 Nutrisi: menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
 Istirahat dan tidur: melamun dan timbul kecemasan dan gelisah menyebabkan gangguan tidur
 Eliminasi: kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan kontipasi
 Aktivitas sehari-hari: keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
 Seksual: sulit mengekpresikan keinginan membina hubungan lawan jenis
2. Kebutuhan rasa aman
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulkan adalah gangguan rasa aman.
3. Kebutuhan mencintai dan memiliki
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.

4. Kebutuhan akan harga diri
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi dan tidak berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri.
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien dengan gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.

• Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data klien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status marital, no.medrec, tanggal masu rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, ruangan alamat klien. Data penanggung jawab meliputi nama, usia, agama, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
b. Faktor presipitasi
Meliputi stressor social budaya, hormonal, infeksi virus, interaksi dengan stressor lingkungan social, stressor psikologik.
c. Faktor predisposisi
Gangguan jiwa sebelumnya, sakit fisik, anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan, riwayat gangguan tumbuh kembang, gangguan komunikasi dalam keluarga
d. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
 Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya mengatasinya.
e. Status mental
 Penampilan, meliputi cara berpakaian, cara berbicara, aktivitas motorik, interaksi klien selama wawancara.
 Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
 Halusinasi, disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
 Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses piker waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
 Sensori dan kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi, memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
 Psiko sosial spiritual
 Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalu mencari kelemahan sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
 Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
 Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang akan dating, klien merasa putus asa karena harapan tidak terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.

2. Analisa data
Meliputi kegiatan mengelompokan data, mencari kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan masalah klien atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan.


3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap perawatan diri
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat
f. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
4. Perencanaan keperawatan
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
1) Tujuan jangka panjang
Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
2) Tujuan jangka pendek
 Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
 Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
 Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
 Klien mau berkenalan dengan perawat
 Klien mau tersenyum dengan perawat
 Klien mau menyapa dan disapa
 Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat, cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social
 Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok
4) Intervensi and rasional
 Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat: dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
 Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsir-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan: dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
 Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan klien lain: dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.

b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
1) Tujuan jangka panjang
Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
2) Tujuan jangka pendek
 Terbinanya hubungan saling percaya
 Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif
 Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
 Klien mau mengenal perawat
 Klien mau disapa dan menyapa
 Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif
4) Intervensi and rasional
 Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat: menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
 Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif: pengetahuan klien akan meningkat.
 Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah: klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
 Beri dukungan yang positif terhadap klien: untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.

c. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
1) Tujuan jangka panjang
Penyakit klien tidak kambuh lagi.
2) Tujuan jangka pendek
 Terbinanya hubungan saling percaya.
 Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
 Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapetik bertambah.
3) Kriteria evaluasi
Dalam waktu satu minggu:
 Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
 Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
 Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
 Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
4) Intervensi dan rasional
 Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga: agar terbina hubungan saling percaya.
 Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh: dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
 Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik: akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
1) Tujuan jangka panjang
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
2) Tujuan jangka pendek
 Terbinanya hubungan saling percaya.
 Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
 Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
 Klien berminat untuk makan.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu:
 Klien mau berkenalan
 Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
 Porsi makan yang disediakan habis.
 Berat badan klien bertambah.
4) Intervensi and rasional
 Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya: untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga klien mampu mengungkapkan perasaannya.
 Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh: dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
 Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman: akan merangsang minat klien untuk makan.
 Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya : agar klien makan makanan tersebut.
 Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali: untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.

e. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
1) Tujuan jangka panjang
Harga diri klien meningkat.
2) Tujuan jangka pendek
 Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
 Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
 Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
 Rasa percaya diri klien meningkat.
3) Kriteria evaluasi
Dalam satu minggu
 Klien mau mengenal perawat.
 Klien mau disapa dan menyapa.
 Klien mau bercerita pada perawat.
 Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
4) Intervensi dan rasional
 Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya: akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
 Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
 Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri: maka pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
 Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien: dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

5. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi yang telah dibuat maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Menetapkan hubungan saling percaya.
b. Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka.
c. Kenal dan dukung kelebihan pasien.
d. Membatasi orang yang berhubungan dengan pasien pada awal terapi.
e. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin.
f. Membicarakan dengan pasien mengenai peristiwa yang menyebabkan pasien menarik diri.
g. Menerangkan harapan dari tindakan secara bersama-sama dengan klien.
h. Menganjurkan kepada keluarga untuk tetap melakukan hubungan dengan pasien.
i. Melibatkan klien dalam aktivitas kelompok.
j. Memperhatikan kebutuhan fisiologis klien.
k. Membantu pasien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai melaksanakannya sendiri.
l. Memberikan obat sesuai dengan program medik dengan prinsip lima benar.
m. Memfasilitasi pasien untuk berperan serta dalam terapi kelompok.


6. Evaluasi
a. Evaluasi DP I
1) klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan pasien lain.
2) Klien dapat memahami pengertian interaksi sosial, manfaat interaksi sosial, cara-cara melakukan interaksi sosial, unsur-unsur penting dalam interaksi sosial, dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi sosial..
b. Evaluasi DP 2
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengetahui dan mengerti mengenai koping yang efektif.
3) Klien dapat menggunakan dan mempraktekan koping yang efektif dalam mengatasi masalah.
c. Evaluasi DP 3
1) Penyakit klien tidak kambuh lagi.
2) Klien dan keluarganya dapat memahami cara-cara perawatan klien di rumah.
3) Pengetahuan klien dan keluarga mengenai cara-cara perawatan klien di rumah bertambah.
d. Evaluasi DP 4
1) Klien dapat merawat dirinya secara kontinyu dan mandiri.
2) Klien dapat memahami cara-cara perawatan diri dan akibatnya bila tidak merawat diri.
e. Evaluasi DP 5
1) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2) Klien dapat memahami manfaat makan dan guna makan bagi tubuh.
3) Berat badan meningkat.
f. Evaluasi DP 6
1) Harga diri klien meningkat
2) Klien dapat memahami pengertian konsep diri.



GANGGUAN ORIENTASI REALITA

Gangguan Orientasi Realita
Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dengan waktu, ruang, dan terhadap dirinya serta orang lain. Disorientasi atau gangguan orientasi dapat timbul sebagai gangguan dari kesadaran, mengenai waktu, tempat, dan orang. Disorientasi dapat terjadi pada setiap gangguan jiwa yang mana ada kerusakan yang hebat dari ingatan, persepsi, dan perhatian.

Gangguan Perhatian
Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsang. Agar supaya suatu perhatian dapat memperoleh hasil, harus ada 3 syarat yang dipenuhi yaitu: inhibisi, di sini semua rangsang yang tidak termasuk objek perhatian harus disingkirkan; Apersepsi, yang dikemukakan hanya hal yang berhubungan erat dengan objek perhatian; Adaptasi, alat-alat yang digunakan harus berfungsi baik karena diperlukan untuk penyesuaian terhadap objek pekerjaan.
Beberapa bentuk dari gangguan perhatian :
1. Distraktibiliti adalah perhatian yang mudah dialihkan oleh rangsang yang tidak berarti, misalnya: suara nyamuk, suara kapal, orang lewat, dan seabagainya.
2. Aproseksia adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun terhadap situasi / keadaan tanpa memandang pentingnya masalah tersebut.
3. Hiperproseksia adalah suatu keadaan dimana terjadinya pemusatan / konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga sangat mempersempit persepsi yang ada.

Gangguan Ingatan
Ingatan (kenangan, memori) adalah kesangguapan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Jadi proses ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu: Pencatatan (mencamkan, reception and registration), Penyimpanan ( menahan, retention, preservation), Pemanggilan kembali (recalling).
Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada satu/ lebih dari 3 unsur tersebut, factor yang mempengaruhi adalah keadaan jasmaniah ( kelelahan, sakit kegelisahan), dan umur. Sesudah usia 50 tahun fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap. Berikut beberapa bentuk gangguan ingatan :
1. Amnesia
Ketidakmamapuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau total retrograde/antegrad dan dapat ditimbulkan oleh faktor organic/psikogen. Sebab organik/ psikogen. Sebab organik, kerusakan pada unsur pencatatan dan penyimpanan, sedangkan sebab psikogen karena proses pemanggilan kembali terhalang oleh factor psikologis. Pada amnesia psikogen : tidak ada gangguan kesadaran, tidak ada kerusakan intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak ada kerusakan fungsi intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan, dapat terjadi penyembuhan secara tiba-tiba dan sempurna .
2. Hipernemsia
Suatu keadaan pemanggilan kembali yang berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti sampai kepada hal-hal yang sekecil-kecilnya.
3. Paramnesia (pemalsuan/ pemiuhan ingatan).
Adalah gangguan dimana terjadi penyimpangan/ pemiuhan terhadap ingatan-ingatan lama yang dikenal dengan baik. Hal ini terjadi akibat distorsi proses pemanggilan paramnesia berguna sebagai pelindung terhadap rasa takut.
• Konfabulasi
• Pemalsuan retrospektif
• Deja vu (ilusi ingatan)
• De Jamais vu

Gangguan persepsi
a. Ilusi adalah suatu persepsi yang salah/ palsu, dimana ada atau pernah ada rangsangan dari luar. Ilusi sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seorang dapat mengekspresikan emosi atau motivasi yang sangat kuat dengan melakukan interpretasi yang salah terhadap gambaran penginderaan. Keadaan tersebut biasanya secara sadar direpresi dan nantinya secara dinamis akan diinterpretasikan sebagai ilusi.
b. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal , halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang teresepsi. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik. Jenis-jenis Halusinasi :
1. Halusinasi pendengaran
2. Halusinasi penglihatan
3. Halusinasi penciuman
4. Halusianasi pengecapan
5. Halusianasi raba
6. Halusinasi seksual
7. Halusinasi kinestetik
8. Halusinasi viseral
c. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sadah tidak seperti biasanya lagi serta tidak seseuai dengan kenyataan yang ada . Sering pada skizofrrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya merasa dirinya terpecah menajdi dua.
d. Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya perasaan bahwa segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

Daftar Pustaka

Yosep Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa.Bandung: Refika Aditama

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK: ORIENTASI REALITA


Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.

Klien dengan gangguan jiwa sikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitaas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.


TUJUAN
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah:

  1. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada

  2. Klien mengenal waktu dengan tepat.

  3. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat.

AKTIVITAS DAN INDIKASI

Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan waktu.

TAK ORIENTASI (disorientasi) REALITAS

Sesi 1.: Pengenalan Orang

Tujuan

  1. Klien mampu mengenal nama-nama perawat.

  2. Klien mampu mengenal nama-nama klien lain.

Setting

  1. Terapis dank lien duduk bersama dalam lingkaran.

  2. Ruangan nyaman dan tenang.

Alat

  1. pan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut TAK

  2. Spidol

  3. Bola tennis

  4. Tape rcorder

  5. kaset “dangdut”

Metode

  1. Dinamika kelompok

  2. Diskusi dan Tanya jawab

Langkah Kegiatan

  1. Persiapan

- memilih klien sesuai dengan indikasi

-membuat kontrak dengan klien

-mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

  1. Orientasi

  1. salam terapeutik

Salam dari terapis kepada klien

  1. evaluasi/ validasi

menanyakan perasan klien saat ini.

  1. Kontrak

    1. terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal orang

    2. terapis menjelaskan atuaran main berikut:

-jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

-Lama kegiatan 45 menit

-Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

  1. Tahap Kerja

  1. terapis membagikan papan nama untuk masing-masing klien

  2. terapis meminta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal

  3. terapis meminta masing-masing klien menuliskan nama panggilan di depan papan nma yang dibagikan

  4. terapis meminta masing-masing klien memperkenalkan diri secara berurutan, searah jarum jam dimulai dari terapis, meliputi menyebutkan: nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi

  5. terapis menjelaskan langkah berikutnya: tape recorder akan dinyalakan, saat musik terdengar bola tenis dipindahkan dari satu kien ke klien lain. Saat musik dihentikan, klien yang sedang memegang bola tennis menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi dari klien yang lain (minimal nama panggilan).

  6. Terapis memutar tape recorder dan menghentikan . saat musik berhenti, klien klien yang sedang memegang bola tennis menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi klien yang lain.

  7. Ulangi langkah f sampai semua klien mendapatkan giliran.

  8. Terapis memberikan pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan mengajak klien lain bertepuk tangan.

  1. Tahap terminasi

    1. Evaluasi

    1. terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

    2. terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

    1. tindak lanjut

terapis menganjurkan klien menyapa orang lain sesuai dengan nama panggilan.

    1. kontrak yang akan datang

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK orientasi realitas orang, kemampuan klien yang diharapkan adalah dapat menyebutkan nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain.

Sesi 1: TAK

Orientasi Realitas Sesorang

Kemampuan mengenal orang lain

NO

Aspek yang dinilai

Nama Klien




1

Menyebutkan nama klien




2

Menyebutkan nama pangilan klien




3

Menyebutkan asal klien lain.




4

Menyebutkan hobi klien lain




Petunjuk:

    1. Tulis nama pangilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.

    2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengetahui nama, pangilan, asal dan hobi klien lain. Beri tanda (V) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mngikuti TAK orientasi realitas orang. Klien mampu menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi klien lain di sebelahnya. Anjurkan klien mengenal klien lain di ruangan.




Sesi 2: Pengenalan Tempat

Tujuan:

1. Klien mampu mengenal nama rumah sakit.

2. Klien mampu mengenal nama ruangan tempat dirawat.

3. Klien mampu mengenal kamar tidur

4. Klien mampu mengenal tempat tidur

5. Klien mampu mengenal ruan perawata, ruang istirahat, ruang makan, kamar mandi, dan WC.

Setting

  1. Terapis dan klien duduk bersama dalam limgkaran

  2. Ruangan tempat perawatan klien

Alat

  1. Tape recorder

  2. Kaset lagu “dangdut

  3. Bola tnis

Metode

  1. Diskusi kelompok

  2. Orientasi lapangan

Langkah Kegiatan

  1. Persiapan

- memilih klien sesuai dengan indikasi

- membuat kontrak dengan klien

- mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

  1. Orientasi

a. Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada klien

b. Evaluasi/ validasi

menanyakan perasan klien saat ini.

c. Kontrak

1. terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal tempat yang biasa dilihat.

2. terapis menjelaskan atuaran main berikut:

- jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

- lama kegiatan 45 menit

- setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

  1. Tahap Kerja

a) terapis menanyakan kepada klien nama rumah sakit, nama ruangan; klien diberi kesempatan menjawab. Beri pujian pada klien yang mampu menjawab dengan tepat.

b) Terpais menjelaskan dengan menyalakan tape recorder lagu dangdut, sedangkan bola tennis diedarkan satu persatu ke peserta yang lain searah jarum jam. Pada saat lagu berhenti, klien yang sedang memegang bola tennis akan diminta menyebutkan nama rumah sakit dan nama ruangan tempat klien dirawa.

c) Terapis menyalakan tape recorder, menghentikan lagu, dan meminta klien memegang bola tennis untuk menyebutkan nama ruangan dan nama rumah sakit. Kegiatan ini diulang sampai semua peserta mendapat giliran.

d) Terapis memberikan pujian saat klien telah menyebutkan dengan benar.

e) Trapis mengajak klien berkeliling serta menjelaskan nama dan fungsi ruangan yang ada. Kantor perawat, kamar mandi, WC, ruang istirahat, ruang TAK, dan ruangan lainnya

  1. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

    1. terapis mennyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

    2. terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. tindak lanjut

Terapis menganjurkan klien untuk menghapal nama-nama tempat

c. kontrak yang akan dating

    1. menyepakati kegiatan TAK yang akan dating, yaitu mengenal waktu.

    2. menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK orientasi realitas tempat, kemampuan klien yang diharapkan adalah mengenal tempat di rumah sakit.



Sesi 2: TAK

Orientasi Realita Tempat

Kemampuan mengenal tempat di rumah sakit

NO

Aspek yang dinilai

Nama Klien




1.

Menyebutkan nama rumah sakit




2.

Menyebutkan nama ruangan




3.

Menyebutkan letak kantor perawat.




4.

Menyebutkan letak kamar mandi dan WC




5.

Menyebutkan letak kamar tidur




Petunjuk:

a. Tulis nama pangilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.

b. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengenal tempat-tempat di ruang rawat dan nama rumah sakit. Beri tanda (V) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2, ruangan dan letak kamar tidur yang lain belum mampu. Orientasikan klien dengan tempat-tempat di ruangan.






Sesi 3: Pengenalan Waktu

Tujuan

1. Klien dapat mengenal waktu dengan tepat

2. Klien dapat mengenal tanggal dengan tepat

3. Klien dapat mengenal hari dengan tepat

4. Klien dapat mengenal tahun dengan tepat

Setting

3. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran

4. Klien berada di ruangan yang ada kalender dan jam dinding.

Alat

  1. Kalender

  2. jam dinding

  3. Tape recorder

  4. Kaset lagu dangdut

  5. Bola tennis

Metode

  1. Diskusi

  2. Tanya Jawab

Langkah Kegiatan

1. Persiapan

- memilih klien sesuai dengan indikasi

- membuat kontrak dengan klien

- mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada klien

b. Evaluasi/ validasi

* menanyakan perasan klien saat ini.

* menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama ruangan yang sudah dipelajari.

c. Kontrak

1. terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal waktu

2. terapis menjelaskan atuaran main berikut:

- jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.

- lama kegiatan 45 menit

- setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap Kerja

a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan

b. Terapis menjelaskan akan menghidupkan tape recorder, sedangkan bola tennis diedarkan dari satu klien ke klien lain. Pada saat musik berhenti, klien yang memegang bola menjawab pertanyaan dari terapis.

c. Terapis menghidupkan musik, dan mematikan musik. Klien mengedarkan bola tennis secara bergantian searah jarum jam. Saat musik berhenti, klien yang memegang bola menjawab pertanyaan dari terapis tentang tanggal, bulan, tahun, hari, dan jam saat itu. Kegiatan ini diulang sampai semua klien mndapat giliran.

4. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

    • terapis mennyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

    • terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. tindak lanjut

Terapis menganjurkan klien memberi tanda/ mengganti kalender setiap hari.

c. kontrak yang akan datang

* menyepakati kegiatan TAK yang akan dating, yaitu mengenal waktu.

* menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK orientasi realita waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun. Formulir:

Sesi 3: TAK

Orientasi Realita Waktu

Kemampuan mengenal waktu

NO

Aspek yang dinilai

Nama Klien




1.

Menyebutkan jam




2.

Menyebutkan hari




3.

Menyebutkan tanggal




4.

Menyebutkan bulan




5.

Menyebutkan tahun




Petunjuk:

1. Tulis nama pangilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengetahui waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun. Beri tanda (V) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 3, TAK orientasi realitas waktu. Klien mampu menyebutkan tanggal dan hari, tetapi yang lain belum mampu. Orientasikan klien dengan tempat-tempat di ruangan.

Daftar Pustaka:

Keliat, Budi Ana. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta. EGC: 2004.